Saturday, January 26, 2013

Buku 23 Episentrum dan Pekerjaan Impian



Sungguh buku 23 Episentrum amat “berbahaya” untuk dibaca. Kenapa dibilang berbahaya? Karena buku ini menurut gue cukup nyentil untuk orang-orang yang berada di tengah kegalauan karir dan masa depan, macam gue ini. Ketika lo bingung mana yang harus dipilih antara passion, gaji yang menggiurkan, tuntutan lingkungan. Yah hal-hal yang pasti ditemui ketika hidup lo udah memasuki fase life after college.

Gue gak akan bahas semua isi buku 23 Episentrum, tetapi mau ngambil intisari dari buku ini yang cukup membangkitkan semangat gue untuk mengejar pekerjaan impian dan cita-cita! Yeay..

Buku 23 Episentrum dibagi 2, satu buku kisah fiksi dan satu buku non fiksi. Yang Non Fiksi itu kisah-kisah orang-orang yang udah sukses mengejar mimpi dan pekerjaan impiannya. Di buku fiksinya ada 3 tokoh utama : Matari, Prama, dan Awan yang sama-sama lagi mencari-cari suara hati untuk masa depan karir mereka. Matari yang harus bekerja demi membayar utang kuliahnya, dia dapet pekerjaan sebagai reporter padahal maunya jadi anchor. Kemudian ada Awan, pegawai bank yang punya passion untuk nulis naskah film dan bersitegang dengan ibunya yang menuntut dia untuk menjadi pegawai kantoran. Terakhir Prama, udah sukses kerja offshore di perusahaan multinasional, tapi ditengah nikmat hidup yang udah dia dapet, Prama masih ngerasa hampa, kosong..

23 Episentrum: #booklist bulan Januari

Ada satu bagian di tengah buku ini yang kayaknya bagus untuk di-share kalau emang ada yang belum pernah denger. Jadi ada tiga tahapan perjalanan karir seseorang :

 1. Discovery Phase
Katanya ini adalah tahap pencarian jalur karier yang sesuai sama background pendidikan dan karakter seseorang. Nah yang baru lulus/ fresh graduate biasanya masuk ke tahap ini. Jadi di tahap ini ada namanya proses pencarian, pengenalan kemampuan, dan menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Disinilah mulai terasa perbedaan-perbedaan masa-masa kuliah dan kerja, yang enak dan gak enaknya.

 2. Consolidation Phase
Ini masa dimana seseorang sudah mampu bersikap realistis. Disini baru disadari jika kita mau mencapai tujuan tertentu pasti ketemu sama jalan-jalan berliku dulu. Sebagian ada yang mengalaminya lebih awal ada juga yang terlambat. Menurut gue kuncinya adalah mengeksplore sebanyak mungkin mimpi-mimpi. Berawal dari penemuan mimpi, kita akan lebih terarah untuk tujuan hidup!

 3. Maturity Phase
Masa akhir perjalanan karier. Biasanya setelah melalui masa 1 dan 2 tadi maka di masa ini akan terkumpul pengalaman dan pengetahuan di bidang karier tertentu.

 Begitulah kurang lebih, gue kayaknya udah di maturity phase untuk kerjaan yang sekarang, kayaknya :”)

Kalo dilihat dari tokoh-tokoh di buku ini, kisah hidup Matari yang sebenernya paling seru, karena dia  bersikeras harus sarjana walaupun gak punya uang, dan berutang adalah cara untuk mendapatkan gelar sarjana nya. Jadi dia bekerja sebagai reporter (sebenernya mau jadi anchor) untuk ngelunasin utang-utangnya. Bayangkan hidup dibayang-bayangi utang, dan utangnya hampir 50 juta!

Yah sebenernya 11-12 juga sama si Matari yang baru kerja di umur 26 tahun, nanti gue juga gitu kayaknya. Kenapa belum berani terjun di tv, karena gue gak mau setengah-setengah nantinya. Kalo gue kerja di tv yang pasti nyita waktu, gue takut kuliah gue berantakan dan gak fokus. Emang gak mungkin gue langsung bisa jadi anchor atau presenter pasti disuruh terjun dulu ke lapangan jadi reporter. *iya gak ya

Lalu semakin kesini gue juga menyadari, kenapa sih mau jadi reporter atau anchor? Bukan semata-mata mejeng di kamera terus terkenal. Gue baru juga menyadari kalo gue suka ngomong, ngomong di radio sih suka, tapi gak nampak kan haha maunya on cam. Trus gue orangnya mau tahu banget, antara penasaran sama kepo, kalo kerja di media kan dituntut untuk tahu banyak, dan ketemu orang banyak, suka deh yang gitu-gitu. Trus kalo udah tahu sesuatu kan pasti di share, nah seru juga toh kalo jadi orang yang kasih info terkini terupdate ke orang banyak hehe, suka berbagilah. Nah, terus gue pikir ulang, gue suka tampil dan kasih informasi bisa diartikan gue suka jadi sorotan, pas banget sama kerjaan presenter berita/ anchor.  Nah lumayan nyambung kan kerjaan impian gue sama background pendidikan gue. Tapi gue gak suka politik, rrr

But wait! Ternyata masih masih ada yang ganjel, ada lagi yang menyita begitu banyak waktu dan energi, tapi gue enjoy ngejalaninnya. Ngajar.

Jadi guru atau pengajar jauuuuuh banget dari bayangan gue, basically gue juga gak bisa dibilang handal dalam mata pelajaran tertentu, ya kalo bahasa Indonesia-bahasa inggris-matematika standard sd masih bisa. Hehe.. Lalu gue mencoba berpikir ulang, siapakah yang gue suka ajar? Ternyata anak-anak! Okay gue emang punya wish pengen jadi guru tk, entah siapa dan kapan inspirasi ini dateng. Semenjak ikut aktif di Sahabat Anak, ternyata jiwa sosial gue tergali cukup dalem disitu*cie*
Bisa dibilang hal-hal berbau pendidikan begitu menyita perhatian. Gue pun tertarik untuk tahu banyak. Sempat terpikir untuk jadi pengajar muda dengan ikut Indonesia Mengajar, sedih sekali persyaratan harus Sarjana. Masih lama nih….

"Mendidik adalah tugas orang terdidik", quote itu akan terus gue terapin sampe tua, gue sebarin ke anak cucu. Gue pernah baca suatu artikel tentang prestasi anak-anak Indonesia, kalian pasti pernah baca atau denger ada anak Indonesia yang juara olimpiade matematika tingkat dunia, juara ini itu tingkat internasional, prestasi yang membanggakan sekali untuk pendidikan Indonesia? Belum tentu. Karena mereka yang juara hanya sepersekian persen dari total anak-anak Indonesia. Masih banyak anak Indonesia yang belum mengenal huruf, yang ke sekolah masih harus nyebrangin sungai tanpa jembatan, ya kisah nyatanya Laskar Pelangi udah cukup jadi contoh lah. Gue rasa nih Indonesia punya masalah besar sama yang namanya pemerataan pendidikan, gue gak mau sotoy, tapi coba pikir kenapa ada Indonesia Mengajar, mereka kirim pengajar ke daerah pelosok Indonesia karena disana masih kekurangan tenaga pendidik, kekurangan guru untuk ngajar anak-anak desa. Masa yang pinter yang di kota aja, Indonesia terdiri dari berapa ribu pulau coba, jangan Jakarta doang yang dijadiin perhatian Pak, Bu Mentriiii.. rrr
Kalau mau ngomongin carut marut pendidikan Indonesia mungkin harus dibuat artikel tersendiri ya, karena bakalan panjang banget hehe. Back to the main topic.

Dan intinya menjadi sarjana lah yang harus gue capai dalam waktu dekat. Lalu 23 Episentrum seperti suplemen yang memberikan begitu banyak kata-kata petuah dan semangat untuk mencapainya. Gue sadar beberapa akhir-akhir ini gue bekerja hanya untuk mendapatkan gaji, karena memang ini bukan pekerjaan impian gue, bahwa gaji itulah yang secara gak langsung kunci utama untuk menjadi sarjana. Lalu, 23 Episentrum mengingatkan gue… Bekerja itu termasuk ibadah, ibadah haruslah dilakukan dengan ikhlas, supaya berkah.

Lalu gue berpikir, bagaimana gue bisa ikhlas mengerjakan hal yang tidak gue sukai? lalu resign mau tidak mau, suka tidak suka akan menjadi pilihan final. Tetapi gue belum mencapai tahap after resign nih, ketika gue mau idealis bahwa gue harus bekerja sesuai dengan passion, gue diingatkan kembali untuk realistis. BU bok! hehe Sebenarnya gue sudah merasa sangat berkecukupan dan bersyukur dengan income yang gue dapatkan, tetapi tidak cukup. Tidak cukup untuk membiayai kuliah gue nantinya. Pergolakkan hati kembali terjadi, gue harus apa dong?

Sementara gue masih didalam kebingungan karir dan jalan yang harus gue ambil, gue akan berusaha untuk mendapatkan : pekerjaan impian yang tidak menganggu kuliah di malam hari dan dengan gaji yang cukup untuk menabung biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari. Yippi!

Untuk penyemangat teman-teman yang senasib dan sepenanggungan, mari kita baca dan renungkan beberapa kutipan dari buku 23 Episentrum :

“Ia merasa terancam berada di posisi nyaman yang tidak menjadikannya apa-apa. Refleksi kariernya memang bukan pada uang, tapi pada ketenangan serta kebahagiaan hati..” (Prama – page 39) 

“Keyakinan kecil yang baru aja lo sebut itu seperti nyala sebuah lilin dalam gelap, Tar.. Mungkin memang nggak bisa melihat semua, tapi setidaknya lilin itu yang akan menuntun lo mencari jalan keluar.. Pegang aja nyala keyakinan yang ada itu di dalam hati dan pikiran lo. Semoga itu yang akan membuat banyak hal leleh dengan api keyakinan yang lo punya.” (Awan - page 49) 

“Mengajar itu lingkupnya luas sekali, Pram. Mengajar itu ‘kan prinsipnya berbagi. Jadi, kamu bisa membagi ilmu kamu di mana saja.. nggak perlu di lembaga formal. Bagi … sebarluaskan.. di mana pun tempatnya.” (Pak Muktar – page 113) 

“Harta itu membuat hati seseorang menjadi keras, sementara ilmu malah membuat hati menjadi bercahaya. Hamka pernah bilang, ilmu itu untuk kesempurnaan akal. Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidp, bertambahlah rasa bahagia.” (Pak Muktar – page 113) 

“Kalau hati itu diibaratkan panglima. Dia yang harus memimpin dan memberikan banyak komando untuk berjalan. Kalau dia gelap, bagaimana cara dia bisa berjalan menuntun pengikutnya? Cahaya ilmu kamu itu bisa jadi cahaya hati kamu. Makin besar kalau kamu mau membaginya.” (Pak Muktar – page 114) 

“Lewat telinga ini kita bisa melatih kemampuan untuk mendengarkan harapan orang lain. Mendengar. Seni mendengar itu sebenarnya jauh lebih sulit dari seni berbicara. Dengan mendengar, kita bisa memahami orang lain secara lebih baik. Mendengar menjadi modal awal kita untuk menemukan solusi dari permasalahan, dan membuat orang merasa dihargai” (Pak Muktar – page 116) 

“Setiap ilmu yang sudah kita miliki, nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Setiap manusia yang sudah berilmu dan sejahtera karena ilmunya, sebenarnya ia punya satu tanggung jawab untuk memerdekakakn orang dari kebodohan dan membuatnya bergerak untuk lebih sejahtera” (Pak Muktar – page 116 ) 

“Waktu adalah sesuatu yang hebat. Semua orang diberi modal yang rata 24 jam sehari. Modal itu bisa membantu kita untuk mencapai apa yang kita inginkan dan menjadikan kita orang yang hebat, tapi waktu juga bisa membunuh kita tidak menjadi apa-apa. Jadi, investasikan waktu kita ini dalam melakukan yang terbaik melalui pekerjaan. Rasakan pekerjaan sebagai panggilan jiwa.” (Mas Zaki – page 134) 

“Kita manusia cuma bisa menghitung rezeki yang kita dapet dengan matematika dasar otak manusia, tapi matematika Dia? Faktor pengalinya tak terhingga. Salah satu faktor pengalinya  ya itu tadi, berbagi” (Awan – page 140)

 “Mungkin berita ini akan terasa seperti gempa bumi bagi ibunya atau siapa pun yang tidak mendukungnya. Tapi bukankah gempa terjadi karena bumi ingin mencapai keseimbangannya akibat tidak kuat lagi menerima tekanan yang diberikannya.” (Awan- page 158) 

“Let the light of your heart show you the direction to go.” (Matari - page 159) 

“Kerja itu ‘kan bagian dari ibadah, masa lo ibadahnya setengah-setengah.” (Awan – page 160) 

“Formula hidup sukses dan bahagia itu sederhana, fokus untuk melakukan hal-hal terbaik yang bisa kita lakukan di dunia ini.” (Awan – page 162) 

“Kalo lo mau pindah kerja, pesen gue satu, kalau nggak mau melewati jalan yang curam dalam sebuah pekerjaan, jangan pernah memulainya. Lo harus hat-hati memilih perjalanan yang akan dimulai.” (Awan – page 200) 

“Melangkah dengan hati akan jauh lebih cepat sampai di tujuan daripada meninggalkan hati tertinggal jauh di belakang. “ (Awan – page 209)


That’s all folks! Semoga cerita gue berguna untuk teman-teman yang sedang mengejar pekerjaan impian, mari kita berjuang bersama!!



  “Your time is limited, so don’t waste it living someone else’s life”
Steve Jobs 

Salam Jangan-Menyerah-Kamu-Pasti-Iso !

Marsya :D
  

2 comments:

Hasti said...

Kak Marsya, may I pinjem buku ini? hehehe :"D

Marsya Nurmaranti said...

Boleeh hasti, tapi lagi dipinjem hehe nanti ya kl udah dibalikin :D

Post a Comment